Share

Keunikan Agama Buddha di Jepang


Agama Buddha yang dalam bahasa Jepangnya disebut Bukkyo (Butsu : Buddha, Kyo : ajaran) dipercaya mulai masuk ke Jepang lewat kerajaan Baekje di Korea sekitar tahun 538. Beberapa tahun kemudian berbagai buku dan literatur tentang Buddhism juga mulai masuk lewat negara China pada masa dynasty Sui. 40 tahun kemudian Kaisar Jepang saat itu yaitu Pangeran Shotoku (A.D. 574-621) meresmikan Buddha sebagai agama resmi negara. Sebagai agama baru tentu saja tidak lepas dari penolakan dan juga tekanan.
Pada masa pemerintahan militer Oda Nobunaga (534 - 1582), agama Buddha mengalami masa suram karena pemerintah saat itu bersikap antipati terhadap agama ini. Hal ini disebabkan karena pada masa itu muncul banyak pemberontakan oleh rakyat menentang pemerintah yang kebetulan didukung oleh pendeta Buddha khususnya dari sekte Tendai di kuil Hiei. Pemberontakan akhirnya berakhir dengan penyerbuan ke kuil di yang terletak di atas puncak bukit itu dan membunuh ribuan pengikutnya.
Pada masa Periode Meiji (1868-1912) pemerintah menetapkan Shito sebagai agama resmi negara sehingga secara tidak langsung menempatkan agama Buddha dalam posisi yang berseberangan. Pada masa itu banyak kuil Buddha yang ditutup dan pemerintah memaksa para rahib untuk berkeluarga. Sejak itu sampai sekarang banyak kuil yang beralih status menjadi Kuil Keluarga yaitu kuil yang pengelolaanya dilakukan secara perorangan dan wariskan secara turun temurun dari bapak ke anaknya.
Kuil Buddha di negara ini selain berfungsi sebagai tempat ibadah juga berfungsi sebagai tempat wisata. Untuk kuil tertentu yang bernilai historis tinggi dan banyak dikunjungi oleh wisatawan, setiap pengunjung dikenakan tiket masuk seharga kurang lebih 300 yen (Rp 20.000) dan aturan ini berlaku tanpa perkecualian. Jadi, baik yang datang untuk tujuan berdoa ataupun tidak adalah sama saja. Wisatawan yang dimaksud kebanyakan adalah orang Jepang sendiri dan sebagian besar dari mereka akan menyempatkan diri untuk berdoa. Bangunan kuil di Jepang umumnya sangat indah dan sebagian besar terbuat sepenuhnya dari kayu dan sudah berumur ratusan tahun.
Kuil Toudaiji, salah satu contohnya yang dibangun pada tahun 728 merupakan bangunan kayu tertua di dunia. Beberapa di antara kuil besar di Jepang mendapat perlindungan dari badan dunia yang mengurus masalah budaya yaitu UNESCO.
 Buddha Zen sepertinya merupakan suatu sekte dari agama Buddha yang sangat berpengaruh di negara tersebut. Membicarakan tentang Buddha di Jepang umumnya selalu merujuk kepada sekte Buddha Zen. Demikian juga halnya dengan budaya yang sama sekali tidak bisa dipisahkan dari peran Buddha Zen. Upacara minum teh yang sangat terkenal itu adalah salah satu contohnya. Sekte ini didirikan oleh D?gen Zenji ( (19 January 1200 - 22 September 1253) yang merupakan seorang guru Zen termasyur di Jepang. Tokoh ini pernah lama belajar dan memperdalam ilmunya di negeri China.
Ketika kita menyempatkan diri berkunjung ke salah satu kuil Zen yang sangat terkenal yaitu Eiheiji Temple di Perfecture Fukui, kita dapat melihat dengan jelas refleksi dari ajaran Zen tersebut. Di komplek kuil yang sangat luas terasa sangat asri dan menyatu dengan alam. Pohon-pohon besar berumur ratusan tahun berdiri tegak menjulang lurus ke atas. Seperti umumnya bangunan kuil di Jepang yang sepenuhnya terbuat dari kayu terlihat sangat bersih dan terawat. Kebersihan merupakan bagian dari ibadah dan tiap hari puluhan orang (calon rahib) tampak menggosok lantai kayu sampai mengkilat dan sebagian orang lagi tampak sibuk mencabut rumput dan tanaman penganggu di taman. Ketika memasuki bangunan utama yang memiliki lorong yang sangat banyak dan panjang, sandal dan sepatu harus dilepas dimasukkan ke dalam kantong plastik dan di bawa selama berkunjung di areal dalam bangunan.
Untuk para rahib, mereka diharus menjalankan meditasi dan berbagai pantangan yang sangat ketat. Umumnya para rahib Buddha makan hanya dua kali sehari, jadi jam makan, tidur dan juga bangun diatur dengan sangat ketat. Berjalan juga dianggap sebagai bagian dari meditasi atau etika sehingga cara berjalan pun harus dipelajari, misalnya adalah berjalan dengan tidak menimbulkan suara berisik. Maklum saja, berjalan di bangunan yang terbuat dari kayu tentu saja harus lebih hati-hati dibandingkan dengan bangunan tanah atau beton.
Kuil Buddha atau Tera dalam bahasa Jepangnya bisa ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak dan tersebar di berbagai tempat. Kebanyakan dari bangunan Tera yang ada adalah termasuk Kuil Keluarga yang artinya pengelolaannya berada pada perorangan yang diwariskan secara turun temurun. Kebanyakan Tera yang ada adalah berbentuk bangunan kayu yang sudah sangat tua dan dibangun sekitar abad ke-8. Namun kebanyakan dari banguan kuil sekarang adalah renovasi dari kuil lama. Diperkirakan sekarang ini ada sekitar 80.000-an kuil di seluruh Jepang. Di antaranya adalah:
Kinkakuji atau kuil Emas sangat terkenal karena sesuai dengan namanya bangunannya berwarna kuning keemasan.

Kiyomizu dera yang dibangun sekitar tahun 798.
Semua bangunan di atas adalah termasuk Worl Herritage atau warisan dunia yang pengelolaannya di organisaikan oleh Unesco. Seperti umumnya kebanyakan bangunan kuil di negara tersebut yang dibangun sepenuhnya dari kayu dan tanpa paku sama sekali sehingga sangat tahan terhadap gempa. Hal inilah yang menyebabkan bangunan itu bisa bertahan dan tidak roboh meskipun beberapa kali diguncang oleh gempa besar. Namun walaupun begitu, banguanan kayu bukannya tidak mempunyai kelemahan sama sekali. Kelemahan terbesar adalah sangat rentan terhadap kebakaran.

1 komentar:

Post a Comment

Yoku renshuu shite kudasai ne. Practice it often. Sering-sering berlatih ya